Rendi.. Episode Pertemuan

Bernyanyi dalam pekat malam, menyisiri lorong-lorong gelap nan pekat. Bagai tak ada cahaya yang menerawang masuk melalui celah-celah yang ada. Purnama begitu pekat malam ini. Purnama begitu bersaja menerangi setiap celah negeri ini. Namun mengapa aku tak merasakan cahayanya itu. 
Dasar bodoh..
Aku tertegun mendengar perkataan itu.
ya mungkin aku memang bodoh, karena tidak mungkin aku merasakan cahaya purnama itu
Lorong-lorong ini tertutup dengan seng, dan di batasi dengan tembok-tembok yang tinggi menjulang. Langkah demi langkah bergerak dengan pasti menuju arah depan yang tak tahu akan tembus kemana?
Mungkin aku tersesat, lorong ini bagaikan labirin yang berputar-putar di satu tempat
Raungan-raungan nakal mulai menakuti di setiap langkah. Kadang aku berhenti menoleh kebelakang, namun aku tak melihat ada orang di belakang sana, fikiranku berkelana. Aku bagaikan di ikuti oleh bayangan-bayangan ketakutan. 
"Lisa...???" Aku berteriak memanggil-manggil nama Lisa. Bukankah tadi dia bersamaku menyusuri lorong-lorong gelap nan pekat ini? namun kemana dia pergi. Menghilang antara lorong yang menyeramkan ini. Dan masih berteriak memanggil-manggil nama Lisa. Apakah aku harus kembali mencari Lisa? atau aku harus terus bergerak kedepan, agar aku terbebas dari kegelapan ini.
Telalu banyak persimpangan nan gelap di sini, mungkin Lisa memasuki salah satu lorong itu. Atau aku yang telalu cepat berjalan sehingga aku meninggalkan Lisa di belakang.


Aku harus kembali mencari Lisa. Aku berlari diantara ketakutan-ketakutan malam yang menyeramkan. Berteriak memanggil-mangil nama Lisa. "Awwwwww. Buppp" aku terpeleset terjatuh. Aku meringis kesakitan, menahan sakit. Aku tak sanggup lagi berjalan rasanya. Kakiku begitu sakit untuk ku gerakkan. Mungkin aku terkilir karena terpeleset. 
"Tolong... tolong..." aku berteriak meminta bantuan, namun tak seorang pun yang datang menolong. Yang ada aku semakin ketakutan, aku bagiakan di ikuti oleh bayangang-bayangan ketakutan. Fikiran berkelana kemana-mana. Aku berusaha untuk bagkit, tiba-tiba tanganku merasakan sesuatu. Sesuatu berbentuk kepala dengan rambut yang panjang. Aku menoleh kearah tangan kananku, dengan pelan-pelan aku menariknya. "ahhhhhhhhh" aku kembali berteriak ketakutan hingga aku jatuh tak sadarkan diri.
***


Aku merasakan seperti sedang ada yang mengangkatku. Aku kembali sadar dari pinsan tadi. Aku membuka mata pelan-pelan. Tenyata aku sudah ada di pangkuan seorang pria dengan postur badan tegap, tinggi, dengan rambut cepaknya. Dan aku tidak mengenal pria ini, kenapa dia tiba-tiba membopongku. Aku kembali histeris bertiak. "Lepaskan, lepaskan". 
Pria itu menoleh padaku, betapa menyeramkan wajahnya yang pucat penuh dengan darah. Dan aku kembali berteriak meronta-ronta. Tiba dia menjatuhkan ku, dan aku kembali merasakan sakit.
"tenang-tenang" ujanya. "Ini hanya skenario untuk menakuti kalian, tidak usah takut. Aku juga masih manusia, bukan seperti yang kamu fikirkan" jelasnya dengan pasti.
"Lalu, kepala tadi??" tanyaku dengan nada ketakutan.
"oh, itu hanya manekin, yang sengaja di buat untuk menakuti setiap mahasiswa yang mengikuti jurit malam ini" dia bekata sambil mengambil tisu menglap makeup yang ada di wajahnya.
"Lalu, dimana Lisa??" tanyaku dengan pasti.
"oh, gadis itu..?? dia sudah di posko, tadi dia jatuh pinsan karena ketakutan melihat salah satu dari kami yang menakuti kalian" aku sedikit tenang mendengar penjelasan pria ini. 
'oia, perkenalkan namaku Rendi" sambil mengajak bersalaman dengan ku. Dan aku menerima tangannya yang kekar dan bersalaman dengannya. "Aku Mia" ujarku dengan pasti.
Dia kembali membersihkan makeup, dengan membaukan mukanya dengan air mineral yang dibawanya. 
"oia, kamu mau minum?" tawarnya, sambil memberikan botol air mineral yang ada di tangannya kearahku" lalu aku mengambilnya dan meminumnya seteguk. Betapa manisnya pria ini kalau tidak di make up seperti tadi. 

"Lah, itu siapa.??" tanyaku kepada Rendi, sambil menunjukkan kearah belakang badan Rendi. Lalu Rendi menoleh ke belakang, dan dia tidak melihat siapa-siapa. "tidak ada siapa-siapa, mana ??" Tanya Rendi.
"jangan-jangan" fikiranku berkelana kembali, dan aku melihat gelagat Rendi, sepertinya dia ketakutan juga.
"Ayo kita pergi dari sini" Ujarnya dengan pasti. Sambil menjulurkan tanganya, mengajak aku bangkit dari duduk karena terjatuh tadi. Aku menerima uluran tangan Rendi. "aww" aku meringis kesakitan.
"Kenapa?" tanya Rendi. Sambil melihat kaki ku. "oh, sepertinya kaki kamu terkilir ni" ujar Rendi, sambil mengurut sedikiti kakiku yang terkilir. "Aww" aku meringis kesakitan kerena urutan tangan Rendi. "Tahan sedikitnya" ujar Rendi. Aku hanya mengangguk, dan aku melihat senyum di wajah Rendi. 
"gimana..??" tanya Rendi.
"Lumayan, sudah mendingan. Dan sudah bisa di gerakkan" Aku tersenyum ke arah Rendi. 
"Ayo kita pergi dari sini" sambil memegang dan membopongkuberjalan sedikit tertatih karena masih sedikit sakit kareba terkilir tadi.
Kami berjalan menyusuri lorong-lorong gelap, dengan langkah yang pasti, meskipun tertatih kami akhirnya tiba di posko tempat semua panitia berkumpul. Dan aku melihat Lisa masih pinsan, tertidur pulas di dekan panitia kesehatan. Lau Rendi meninggalkan ku disini, dan pergi meninggalkanku. 
"Rendi" ujarku. Lalu Rendi menoleh kearahku. "Terima kasih" Aku hanya melihat senyum indah itu dari kedua bibirnya. Lalu ia berlalu kembali menajalankan tuganya. 
"Hmmm, tenyata menjadi mahasiswa kedoteran itu susah juga ya" aku membatin sendiri. Dan merebahkan badan untuk beristirahat.



Share:

0 komentar