Budaya Aceh


Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias.
Aceh memiliki banyak suku diantaranya, suku Aceh, suku gayo, Suku Alas, Suku Tamiang dan lain sebagainya. Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat
Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana.
Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat.
Selain itu Aceh juga memiliki banyak bahasa daerah, selain dari bahasa Aceh seperti bahasa anek jamee, bahasa gayo, bahasa alas, melayu, Bahasa Kluet, dan lain sebagainya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa Aceh termasuk salah satu bahasa di Indonesia yang sangat susah untuk pelafalan dan penulisannya. Ya, ini ungkapan dari mereka yang bukan merupakan warga Aceh.
Setidaknya Afghan, penyanyi solo Indonesia ini mengakui bahwa baginya menyanyi dengan bahasa Aceh merupakan hal yang sulit dibandingkan ia harus menyanyikan lagu daerah dengan bahasa daerah yang lain. Jangankan itu, orang Aceh saja pasti sudah sangat sering mendengar kalimat ini “Bahasa Aceh lagee bahasa Inggreh, laen ta baca laen ta tuleh”, yang artinya bahasa Aceh itu seperti bahasa Inggris, lain dibaca maka lain ditulis.
karena pengucapan bahasa Aceh yang sangat susah, tidak heran jika di even-even nasional yang sering menghadirkan tarian Aceh seperti Tari Saman, banyak orang-orang dari luar Aceh beranggapan bahwa bahasa Aceh sedikit aneh jika mendengar lagu-lagu tarian tersebut dibawakan untuk mengiringi tarian tersebut. Banyak bahasa Aceh yang pengucapannya salah dilafalkan, dan ini membuat kita sebagai orang aceh prihatin. Ketika tarian Saman semakin cemerlang keberadaannya, tapi mengapa malah bahasa Aceh yang mengiringi tarian itu semakin tidak jelas apa artinya? Ya karena tidak jelas pengucapannya, mungkin begitu alasan yang paling mengena.
Sebenarnya bahasa Aceh merupakan bahasa paling mudah dan tersingkat didunia yang hanya terdiri dari huruf vocal (a,i,u,e,o). dan mari kita buktikan.
A= kakak. Contohnya: “Bek meuloe ngon a doe!” (Jangan bertengkar dengan kakakmu sendiri!).
I= air. Contohnya: “ I laot ka di ek.” (air laut sudah naik).
U= kelapa. Contohnya: “Boh u that raya.” (Buah kelapa sangat besar).
E= lihat. Contohnya: “Bek ka e keunan..” (Jangan lihat kesitu).
O= bohong. Contohnya dalam kalimat “Bek lee that o keuh!!” (Jangan banyak kali bohong kau!!).
Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang. Sebenarnya ACEH bila kita perhatikan merupakan singkatan dari A= Arab, C= Cina, E=Eropa, H=Hindia. Dan tentunya banyak budaya-budaya Aceh berasal dari Negara-negara tersebut, seperti ukiran-ukiran yang terdapat pada motif-motif aceh.
Akan tetapi masih banyak juga masyarakat Aceh tidak bisa berbahasa Aceh, mereka beranggapan bahasa Aceh itu kuno, dan mereka lebih memilih mengajarkan anak-naka mereka dengan bahsa Indonesia.ini sangat ironis memang, ketika bahasa Aceh tidak dipergumnakan lagi oleh masyarakat yang modernisasi.
Pertumbuhan budaya aceh menjadi bagian kesetiaan dalam konteks harkat dan martabat identitas keacehan, guna menghadapi tantangan sebaran budaya global tentunya.

Share:

0 komentar