Di Kejar Bui

Hari ini cuaca memang tidak bersahabat, cuaca masih saja seperti beberapa hari sebelumnya ketika aku tiba di kampung halaman ku ini. Cuaca di sini sangat berbeda jauh dengan cuaca di kota Banda Aceh. Bila di Banda Aceh cuacanya panas, untuk keluar saja enggan rasanya, namun di kampung halamanku, Aceh Barat Daya, hampir tiap hari mendung, bahkan tidak jarang hujan pun turun menghampiriku. Senang rasanya melihat hujan. Karena aku memang penikmat hujan, aku sangat suka dengan tetesan-tetesan hujan yang turun dari langit itu. Apalagi tetesan itu menyentuh tanganku.

Makcek Rus datang kerumah, berbincang-bincang dengan Mak. Banyak hal yang mereka bicarakan, mulai dari pemilu yang sebentar lagi di adakan. Aku asik bermain dengan laptop didepanku. Selain kami bertiga juga ada Kak Mur, kakak perempuanku yang sedang menunggu waktu untuk melahirkan buah hatinya, dan juga ada Mak Ri, ikut berbincang dirumah ku yang sederhana. Sesekali diambilnya sirih di atas puan lalu diolehnya kapur ditambahkan dengan pinang. Kemudian beliau memakannya sambil bercerita tentang kisah masa kecilnya yang penuh dengan kebahagiaan. Ada lucu juga kadang kala ketika mendengar cerita dari Makcek Rus, bahkan tak heran hampir semua penghuni dirumahku tertawa mendengar cerita Makcek Rus, tidak terkecuali aku.

Dulu, ketika Makcek masih kecil, makcek pernah ikut menemani Maknya Makcek pergi ke Seulanga. Sebenarnya makcek enggan untuk pergi, namun karena difikiran makcek disana banyak terdapat berbagai macam buah, makcek tergiur untuk kesana, disana terdapat pohon rambutan, pohon jambu, pohon langsat dan masih banyak pohon lainnya yang kebetulan, pohon jambu, rambutan dan langsat sedang berbuah, dan tak heran banyak buah yang jatuh di bawahnya. Hari itu ketika tiba di Seulanga, makcek lebih memilih memancat pohon jambu, karena buahnya merah-merah dan besar-besar. Sedangkan Mak menunggu di bawah pohon.

“gung gung gung” suara anjing menggonggong bersahutan tak henti-henti. Mata kami menangkat sebuah makhluk yang sedang di kejar oleh para anjing yang menggonggong tersebut. Bui (1). Ketika itu makcek dan mak ketakutan luar biasa. Bahkan Mak menyuruh makcek naik keatas pohon.

“Rus, ka ek ateuh bak kaye nyan ju (2)” Perintah Mak, sedangkan aku terus menaiki pohon yang jambu yang ada di depan ku sudah sangat tinggi. Sedangkan Mak masih berfikir bagaimana untuk menaiki pohon tersebut. Karena takut terjadi sesuatu pada Mak, maka Makcek turunlah membantu Mak naik keatas pohon dengan mangangkat pantat Mak dengan kepala agar Mak bisa naik. Sedangkan suara anjing yang menggonggong semakin mendekat dan itu tandanya bui juga sudah dekat. Mak semakin ketakutan ketika karena suara tersebut sudah semakin dekat dan bahkan beliau tidak bisa juga naik keatas pohon. Tiba-tiba kepala Makcek dingin dengar air yang jatuh dari empunya air. Mak kencing ketika Makcek sedang mencoba mengangkat beliau untuk naik keatas pohon, kencingnya Mak membuat makcek bagai mandi air kencing. Mak kalau sudah terkejut memang suka kencing sembarangan. Bahkan mungkin mak kencing lebih dari satu liter yang membuat Makcek basah kuyup dari kepala hingga kaki. Bahkan ketika bui melewati kami, mak semakin kuat kencingnya tidak berhenti-henti. 

Setelah puas kencing Mak tertawa. Mungkin lucu baginya. Sedangkam Makcek menangis dari pergi hingga pulang. Bahkan ketika ada yang menanyai kenapa makcek menangis dan mak bercerita tentang kejadian itu. Makcek semakin diketawai. Hari itu makcek tidak mau membawa pulang apa yang disuruh oleh mak. Makcek menangis sampai rumah.

Mendengar cerita makcek tersebut, kami tertawa lepas. Bahkan Makcek Rus juga ikutan tertawa. Berbicara tentang bui, memang banyak kisah yang harus diceritakan. Dan terkadang itu lucu. Mak ikutan juga bercita tentan pengalamannya ketika mendengar ada anjing yang sedang mengejar bui. Ketika itu Mak sedang di kebun memetik buah coklat. Kebun tersebut memang tidak jauh dari rumah, hanya sekitar 100 meter dibelakang rumah. Mak bercerita hari itu ketika ia sedang di kebun. Ia mendengar anjing yang menggonggong. Mak ketakutan, dan berfikir mau naik ke pohon mana. Karena disamping terdapat sebuah pohon coklat, beliau akhirnya menaiki pohon coklat tersebut. Lalu mak berbikir “kenapa pohon ini semakin dekat dengan tanah”. Ternyata pohon yang dinaiki oleh Mak masih kecil, sehingga pohon tersebut rebah ketanah ketika dinaiki oleh orang dewasa. Bahkan mungkin jika anak-anak ikut naik juga pohon tersebut juga akan rebah.

Akhirnya mak berteriak “ka buka pinto bagah. Ka matee kee di pok le bui (3)” Mak berteriak dan hari itu ada Ryana di rumah. Dan dia tertawa melihat mak yang panik. Sedangkan bui melewati tidak jauh dari beliau. Dan akhirnya mak merasa tenang ketika sudah sampai dirumah. 

Kisah lainnya juga Mak ceritakan tentang bui. Hari itu mak dan kak Rindu sedang berbincang bersama di depan rumah makcek War. Karena mendengar ada bui, mak dan kak Rindu naik ketas tempat yang lebih tinggi. Mak yang latah membuat yang lain menonton dan tertawa melihat tingkah mak dan kak Rindu yang menaiki keatas drum minyak tanah. Entah bagaimana caranya mereka bisa naik keatas itu. Entahlah itu semua karena faktor keterkejutan.

Dan kami yang ada dirumah kembali tertawa mendengar kisah Mak barusan. Bahkan Ryana yang baru pulang sekolah juga ikutan tertawa ketika mendengar kami tertawa. Bahkan hujan turun dengan derasnya diluar bersaing dengan tawa kami akan kisah-kisah yang diceritakan oleh Makcek dan Mak.


*note

1. Bui (bahasa Aceh) adalah babi

2. Rus, ka ek ateuh bak kaye nyan ju (bahasa Aceh) adalah Rus. Naik terus keatas pohon itu

3. Ka buka pinto nya. Ka matee kee di pok le bui (baasa Aceh) artinya buka pintucepat, mati saya dikejar oleh babi

Share:

1 komentar