Rindu Muhabbah



 Aku terhentak ketika mendengar sebuah pertanyaan dari seorang taman “sebenarnya pacaran itu, budaya islam atau budaya kafir sih..??” Tanyanya padaku. Aku bingung harus menjawab apa, karena tahu dalam islam itu memang tidak di perbolehkan untuk pacaran. Namun dari segi lain orang-orang berpendapat pacaran adalah satu langkah menuju ke jenjang yang lebih serius. Namun banyak juga sebuah hubungan yang sudah dijalin lama akhirnya kandas karena ada yang merasa tidak ada saling kecocokan lagi.
Hai gam? Melamun saja kau hari ini” sebuah suara yang mengejutkan lamunanku. Dan ku toleh kearahnya, dan ku berikan sebuah senyuman untuknya.

“ah, kagetin aja kamu Fir”
“apa sih yang kamu fikirkan Gam??’ Tanya penasaran dengan nada menyelidik.
“nggak ada fir” ku coba sembunyikan masalahku padanya
“yakin gak ada ni..???” tanyanya lagi semakin menyelidik  “aku kenal kau sudah lama Gam, ceritalah sama aku” dia mulai membujuk. Ya aku sudah lama mengenal Firman, perkenalanku dimulai ketika aku masih kuliah dulu di sebuah Universitas.
“Yakin, Fir. Gak ada apa-apa!. Oia bagaimana keadaan Ibumu Fir. Ku dengar beliau sedang sakit??” aku mengalihkan pertanyaan kepada Firman sahabatku.
“Belum Gam. Beliau masih sakit, dan tambah parah” terlihat nada kesedihan di raut wajah Firman.
“Sudahlah. Banyak berdoa semoga beliau cepat sembuh Fir. Istri mu bagaimana..?? kapan akan melahirkan?”
“Hemm. Belum tahu juga, tapi ini sudah masuk 8 bulan usia kandungannya Gam.”
‘Cie-cie yang sebentar lagi akan jadi Ayah, ada yang bahagia ni. Hehehe”
“Ah kamu gam. Oia kamu kapan nyusul??” pertanyaannya bagaikan petir di siang bolong. Itulah yang masih mengganjal di fikiranku, apa lagi Ibu sudah menyuruku untuk segera mengakiri masa lajangku. Dan aku hanya diam mendengar pertanyaan itu, sambil memandang ke arah, seorang bapak yang sedang bersama keluarganya.
“aku masih bingung Fir, kau tahu ibuku sudah menyuruh aku cepat-cepat menikah”
“lalu apalagi yang akan kau tunggu Gam, lamarlah Dina secepatnya”
“Bukan begitu Fir. Aku lagi galau, ibuku tidak setuju  hubunganku dengan dina. Dan Ibuku punya calon sendiri untukku”
“Istigharahlah Gam, semoga kamu memiliki petunjuk akan masalah mu ini”
******

Sebulan sudah berlalu, dan aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Dina, wanita yang telah aku pacari selama dua tahun. Dan aku memilih menikahi gadis pilihan Ibuku. Pacaran tidak selalu berakhir bahagia, meski aku mencintai Dina. Namun akhirnya kami berpisah karena tidak memiliki restu dari orang tua.

Sebentar lagi aku akan menikahi gadis pilihan Ibuku, Aisyah begitulah namanya, gadis berkerudung itu sebentar lagi menjadi bagian dari hidupku. Namun aku belum bisa mencintainya, karena aku masih mencinta Dina.
*******

Hari-hari berlalu, kini sudah genap satu tahun usia pernikahan ku dengan gadis pilihan Ibukku. Dia begitu baikku untukku. Bahkan sebelumnya aku belum pernah menjumpai gadis sebaik dia. Seiring berjalannya waktu, masalah demi masalah mulai muncul dalam rumah tangga kami. Dina mulai hadir kembali kedalam hidupku.

Suatu hari aku melihatnya di sebuah rumah sakit saat aku sedang bekerja disana, dia menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Banyak luka memar terdapat ditubuhnya. Semenjak pertemuan itu, aku sering menjenguknya di rumah sakit tempat aku bekerja. Tanpa kusadari pertemuan itu kini menjadi belenggu antara hubunganku dan istriku, Aisyah. Bahkan aku lebih sering di rumah sakit, ketimbang dirumah. Aku merasa kasihan melihat Dina yang kini merasa kesaitan atas perlakuan suaminya. Meski suaminya telah ditahan oleh polisi, namun ia masih saja ada kebencian dimatanya.

Suatu hari aku tidak pulang ke rumah, ada rasa kekawatiran yang diraskan oleh istrku, sehingga dia pergi kerumah sakit tempat aku bekerja sebagai seorang dokter. Dari situlah masalah dimulai. Dia melihat aku sedang berdua di kamar tempat dina dirawat, dia mengintip dari celah pintu, pada saat bersamaan aku melihat Aisyah di pintu, dengan air mata yang mengalir dan pergi setelah mendengar percakapanku dengan Dina, yang membuat Aisyah sedikit merasakan sakit.
Aku harus pergi menemui Aisyah, namun Dina memintaku untuk menemaninya malam ini. Ada rasa bersalah dalam diriku, membuat wanita yang begitu baik bagiku mengeluarkan airmatannya.
Keesokan harinya aku pulang kerumah, namun ia masih saja bersikap baik terhadapku. Seolah tidak pernah ada maslah diantara kami berdua. Namun di suatu malam aku melihat dia menangis dalam sujudnya meminta petunjuk untuknya. “ya Allah, betapa mulianya hati istriku ini”. Aku bangun dari tempat tidur dan menghampirinya, menghapus airmatanya., dan mengecup keningnya. “Maafkan Abang ya Aisyah” Aku duduk didepannya, sambil memegang tangannya meminta maaf atas kesalahanku yang membuat hatinya menangis.

“sudahlah Bang, Aisyah sudah memaafkan Abang dari dulu” lalu ia memeluk tubuhku. Dan mengeluarkan sebuah surat yang disimpannya selama ini. Berharap suamnya akan bahagia bila membaca surat tersebut. Aisyah melihat air mataku mengalir, ya aku benar-benar bahagia. Ternyata doa-doa yang di panjatkan oleh istriku di setiap sujudnya terwujud.

“kamu akan menjadi Ayah sebentar lagi bang” dengan tersenyum ia mengatkan kalimat itu, namun ada juga air mata bahagia yang keluar dari mata bening milik Aisyah. Aku seungguh bahagia mendengar kabar ini. Bahagia sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. “Terima kasih ya Allah, Engkau memberikan istri yang sangat baik untukku” aku bergumam dalam hati dan memeluk istriku lagi dengan rasa bahagia yang tidak terkira.

Share:

0 komentar