Aku dan bahasa Daerahku


Pagi ini masih hujan, namun tidak begitu deras. Aku masih bisa menuju kekampus. Bisa dikatakn ini hanya gerimis. Suasana langit mending, mentari tertahan sang awan yang menutupinya.

Perkulihanku hari cukup menarik, dari presentasi tentang makalah yang aku dan kawan-kawan buat bersama. Namun yang paling menarik ketika mempresentasikan sebuah produk dari kelompok konseptor, kelompokku sebagai evaloator. Meski aku tidak menyanggah, namun aku cukup memberikan ide-ide saja selama 10 hari terakhir mempersiapkan tugas ini.



Gerimis masih saja mengguyur kota ini, sebuah kota di ujung sumatra, Banda Aceh. Sorenya aku harus mengikuti midtem sebuah mata kuliah, Komunikasi Tradisional. Namun ada sebuah hal pertanyaan menarik yang diberikan, yaitu ''bagaimana peran komunikasi Tradisional untuk meningkatkan mutu pendidikan Aceh?''.

Seperti yang telah banyak kita ketahui, bahasa adalah salah satu alat komunikasi tradisional. Bahasa yang di maksud tentu bahasa daerah tentunya. Namun seperti yang pengalaman yang ada, bahasa Aceh sendiri cuma ada dalam kurikulum sampai tingkat SMP saja. Namun di tingkat SMA maupun perkuliahan tidak kita jumpai lagi muatan lokal ini. Aneh memang, sastra Aceh yang ada cuma di Belanda, sedangkan di Aceh sendiri tidak pernah dijadikan sebagai sebuah Jurusan satra. Orang lain yang menghargai kita, namun kita tidak pernah menghargai diri sendiri.

oleh Rahmat Amien pada 19 Desember 2012 pukul 18:28 ·

Share:

0 komentar