Untukmu Malam, Kekasihku…


Sebelum rangkaian kata ini menjadi panjang, aku ingin meminta maaf, maaf yang tidak hanya sekedar maaf, melainakan maaf sedalam samudra dan setinggi langit singgasana. Aku bukan dewa, atau pun malaikat yang selalu taat terhadap Sang Pencipta. Aku hanya manusia, salah dan dosa, menjadi pengiring setiap keluarnya kata.
 

Aku menganalmu kala itu, Malam. Di saat alam semseta bermandikan cahaya bulan sabit yang hampir purna, berganti dengan purnama indah bak bidadari surga. Perjalanan ini, dan semua tentang kita, meman terasa singkat. Sekejab bertemu, kemudian jatuh cinta. Ah… Cinta, kenapa begitu cepat menyelinap kala itu? Hingga kita pun terlena dan terbuai karenanya.

Kenangan yang indah, meski hanya berpenghantar suara dan kata. Tak pernah besua muka apalagi berjabat tangan. Tak ada yang bisa memungkiri, begitulan cinta, indah namun terselip sebuah gelisah.
Malam… dalam perjalanan apapun, tidak ada manusia yang tak terlepas dari apa yang disebut konflik. Apapun itu. Kini malam itu rupanya sedang tertutup mendung, gelap, dan mungkin saja akan hujan. Tau tidak hanya sekedar hujan, halilintar, badai, atau bahkan akan terjadi Tsunami. Memporak porandakan semua yang ada. 


Kau tahu malam, kita untuk terlahir ke dunia ini harus menembus sebuah konflik, kita harus berjuang dengan sel-sel yang lain. kita menang, dan terlahirlah kita. Hidup telah mengajarkan kepada kita, Malam. Mengajarkan di manapun aka nada sebuah konflik. Tinggal kita, duduk diam, dan makan obat “Tidak tahu harus berbuat apa.” Atau mau bergerak. Bergerak seperti awal kita menjadi sel.

Malam, itu kini hendak pergi… pergi menjadi pagi, atau bahkan dalam sekejap menjadi siang, aku ingin mempertahankan malam, tapi, malam bergerak dengan kekuatannya. Aku tak bisa. Tak bisa mencegah, itu haknya malam. Aku hanya bisa menghormati keputusan malam.

Dulu tanganku terbuka lebar ketika malam beranjak mendekat, kini ia sudah minta pulang, apalah daya, aku pun harus membuka tangan lebar-lebar, menghormati keputusannya. Ah, sudahlah… Cinta itu memang begitu. cinta itu sebenarnya racun. Pahit bahkan tak sedikit orang bisa mati karena cinta. Makanya, terciptalah sesuatu yang bernama sayang. Ia tulus, tidak terbungkus ambisi dan ego belaka. Cinta, kenapa orang begitu mengagungkan cinta, padahal ia terbungkus sebuah ambisi. Namun, coba perhatikan ketika rasa sayang berkata, adakah ambisi di dalamnya. Tidak! Ia sempurna! Layaknya api dengan kayu. 

Malam, kau ingin pulang? Apakah kau tidak tahu jika kata pulang sama saja dengan pergi? Dan pergi itu sama saja dengan menjauh? Kau tahu apa kelanjutanya, Malam? Bahasa itu memang mudah, Malam. Semua orang bisa berkata, tapi, adakah dari mereka yang banyak menyelami makna bahasa yang tersusun melalu kalimat sabda?

Terima kasih, Malam. Meski sekejap aku bersamamu, aku sudah cukup bahagia. Banyak hal-hal yang belum kumengerti menjadi mengerti. Berbahagia lah, Malam. Tertawalah bersama bintang dan sang rembulan. Ataupun dengan berjuta perhiasaan alam. Maafkan aku yang selama ini tidak bisa memberikan apa-apa kepadamu, selain kekecewaan, kerepotan dan juga keluhan. Aku yakin, setelah, kau pergi, kau tidak akan pernah mendengar, suara itu lagi.

Aku tidak menyesali pertemuan ini, Malam. Justru aku bangga bisa mengenalmu. Belajar banyak kepadamu. Aku menyadari, semua tidak ada yang mulus. Jalan berlubang, pendakian yang terjal, dan juga jurang-jurang yang siap melahap kita yang kadang kejang merasakan semua ini. Kuhormati keputusanmu, Malam. Aku tidak ingin berkata muluk-muluk, Malam. Tak pun juga merayu dengan sekuntum bait puisi yang mendayu, aku hanya ingin katakan, selama aku mengenalmu, kurang lebih tiga ribu hari, kau adalah wanita yang baik.
Jaga dirimu baik-baik Malam. Yang pasti, meski sederhana, aku akan selalu mendoakanmu. Memintakan kebahagiaan, kesehatan dan juga kesejahteraan. Kau orang baik, di mana pun kau berada, pecayalah, Tuhan akan mempertemukanmu dengan orang yang baik pula.

Dan, maafkan aku pula yang tak bisa menyambutmu. Beribu aku haturkan rasa penyesalanku yang tak bisa menjamumu. Dan meminta kembali maaf atas ketidak berdayaanku. Jangan pernah kau bertanya tentang kesedihanku, karena kesedihanku, sangat tak terbatas, atas semua ini….
Selamat Jalan, Malam…. Tuhan melindungimu selalu.

Yang mencintaimu.

Share:

0 komentar