Rintihan Asa

Oleh : Rahmat Amien

''Rif apa yang harus aku lakukan, aku belum sanggup. Belum sanggup Rif menerima kenyataan ini'' suara Firman memecahkan keheningan di sore yang terlihat mendung, dan gerimis mulai turun dari langit yang indah. Di teras depat rumah Arif duduk Firman yang sedang membutuhkan teman curhat untuk masalahnya. Sambil ditemani dengan secangkir Kopi buatan Mak Aisyah, ibunya Arif. Selama ini Firman sering kesini menceritakan keluh kesah yang dihadapinya.

''jika kau tak sanggup mengapa kau melakukan itu Man??'' tanya Arif ''kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu atas Rina''
''tapi Rif, aku benar-benar belum siap menerima kenyataan ini, apa yang harus aku katakan pada Mak di kampung. Pasti dia kecewa Rif''
''lalu apa yang akan kau lakukan Man, apa kau akan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya?? Apa kah kau setega itu membunuh calon anakmu sendiri?'' pernyataan Arif membuat Firman diam, karena merasa terpojok.
''maafkan aku Rif, aku khilaf aku tidak sengaja melakukannya''
''buat apa kau minta maaf padaku Man, cukup kau minta maaf pada Allah, Rina dan Mak mu di kampung''
''lalu aku harus bagaimana Rif, tolong aku'' Firman merengek dengan nada putus asa
''nikahilah Rina, cuma itu yang harus kau lakukan Man''
''aku belum siap Rif''
''lalu kapan kau akan siap, ini akibat yang harus kau tanggung Man. Karena hidup ini sebab akibat'' Firman hanya diam, pandangannya tertuju keluar menyaksikan gerimis yang menjadi hujan turun membasahi bumi. Tatapannya kosong melihat rinai-rinai hujan.

*** 

sedikit Flash Beck: 

''uwek, uwek. aku sering mual-mual akhir ini, dan aku merasa aneh dengan tubuhku ini yang seperti orang masuk angin, dan ini sudah satu bulan lebih aku belum juga ada tanda-tanda akan menstruasi. Jangan-jangan'' fikirannya terbayang akan satu hal yaitu hamil. Sebagai mahasiswi kedokteran yang sedang Koas di sebuah rumah sakit, ia pasti tau apa yg harus di lakukannya. Tidak sulit bagi Rina untuk mengecek keadaan badannya yang akhir-akhir ini sering masuk angin dan mual-mual. Tujuannya hanya ingin memastikan firasatnya. Sepulang dari rumah sakit, Rina menyempatkan diri untuk ke apotek untuk membeli tespek. Dan dengan terburu-buru ia langsung menggunakan tespek tersebut. Dari hasilnya 2 garis merah terdapat pada alat tersebut yang berarti positif. ''tidak mungkin, aku tidak mungkin hamil'' Rina menjerit di kamar kostnya. ''apa yang harus aku lakukan, kenapa aku harus hamil?? Aku harus menghubungi Firman'' fikirnya, sambil mengambil sebuah tas yang terletak di tempat tidur dan membongkarnya mencari handphone untuk menghungi Firman.

***
Suasana begitu damai, tenang dan begitu sepi. Rina mencoba bersikap tenang seolah tidak terjadi apa-apa padanya. ''Man, benar kah kau mencintaiku??'' Tanya nya lirih sambil menatap kosong ke lautan nan lepas.
''Ia, aku mencintaimu Rin. Kenapa, apa kau masih ragu??''
''Tidak Man, aku tidak ragu, aku yakin kau mencintaiku. Dan siapkah kau menikahi ku Man??'' Rina melihat ke arah kekasihnya.
''Menikah?? Apa tidak terlalu cepat Rin,??'' tanya nya juga menatap ke arah Rina, sambil kedua tangannya memegang pipi Rina.
''Tidak Man, kita sudah sama-sama dewasa'' sambil memegang tangan Firman yang diletakkan di pipinya. ''Kau harus tau satu hal Man??'' Rina kembali menjutkan ucapannya, sambil melepaskan pegangan tangan Firman, dan melangkah beberapa langkah kedepan.
''Apa Rin??'' Tanya Firman penasaran.
''Kau akan menjadi Ayah sebentar lagi''
''Ayah?? Apa maksud mu Rin'' tanya Firman dengan sedikit terkejut mendengar ucapan Rina kekasihnya. ''Apa kau hamil Rin??'' tanya nya lagi. Rina hanya diam, sembil melihat kedepan. Angin laut membuat rambutnya acak-acakkan. Rina mengumpulkan kekuatannya untuk mengatakan bahwa ia hamil pada kekasihnya yang bernama Firman, yang kini berdiri beberapa langkah di belakangnya.
''Ia Man, aku hamil. 2 Bulan'' Ia masih menatap kosong ke depan.
''tapi, kita tidak mungkin menikah Rin. Kita berbeda''
''lalu, apa kau ingin aku untuk menggugurkan anak ini??'' Rina sedikit emosi dan membalikkan wajahnya ke arah Firman yang ada di belakangnya. ''maafkan aku, aku belum siap Rin'' plak, sebuah tamparan jatuh di pipi Firman. Dan Rina pergi menjauhi Firman dengan berderai air mata. 

***
Peristiwa itu masih teringat di benak Firman, dia masih memikirkan kata-kata sahabatnya Arif. ''aku harus, mempertanggung jawabkan perbuatanku'' fikirnya dalam hati. Segera diambilnya handphone di saku celana jean yang di kenakannya. Sambil mencari-cari nama Rina, dan berusaha untuk menelponnya. Namun Handphone Rina tidak bisa di hubungi. ''Dimana kamu Rin, jangan buat aku cemas'' Firman mulai merasa cemas, ketika HP Rina tidak bisa di hubungi. Segera di hidupkan motor kesayangannya dan melajukanany ke jalan Ahmad Yani, menuju Rumah Rina. ''tok tok tok. Assalamualaikum'' Firman mengetok pintu rumah Rina dengan mengucapkan salam, meskipun mereka tidak menganut agama yang sama. Namun tidak ada suara di balik pintu tersebut. ''dimana kamu Rin,?? '' Firman mulai mencemaskan keadaan kekasihnya. Di cobanya lagi untuk menghubungi HP Rina namun masih belum bisa di hubungi. Lalu di telpone nya Anggra ''Hallo, anggra. Ada Rina di situ??'' tanya nya penasaran kepada Anggra sahabat Rina.
''Rinanya gak kesini Man, kenapa Man??'' Anggra kembali bertanya kepada Firman.
''Gak ada ngra, cuma nomor Rina tidak bisa di hubungi, di rumahnya juga gak ada. Jika ada kabar tentang Rina kabarin ya Nggra'' menghilangnya Rina, membuat Firman semakin kacau, fikirannya semakin tidak menentu. Dan rasa kawatirnya semakin menjadi-jadi.

***
Ini sudah lebih dari enam bulan Rina pergi tanpa meninggalkan pesan, rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi. Tak enak makan, tak enak tidur, fikirannya hanya satu, dimana Rina berada sekarang. Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi nomor handphone Rina, namun kini nomor sudah tidak pernah di pakai lagi. Teman-teman Rina pun tidak ada yang tau keberadaannya. Firman benar-benar kacau sekarang. ''Ya Allah, apa yang harus aku lakukan sekarang, aku benar-benar butuh bantuanmu'' dengan nada pasrah Firman memohon pada Tuhannya, '' layakkah aku memohon pada Tuhan, sedangkan selama ini aku mengacuhkanmu, tak pernah aku mengerjakan perintahmu apalagi menyembahmu dengan shalat-shalatku'' Firman mulai merasa putus asa. Arif sahabatnya selalu menasehatinya agar ia merasa sabar. Suatu ketika Arif mengajak sahabatnya Firman ke sebuah pengajian di sebuah pesantren. Arif sering pergi ke situ minimal sebulan sekali untuk menenangkan fikirannya. Kali ini Arif mengajak Firman ikut serta, siapa tahu Firman akan merasa sedikit lebih tenang dari masalah yang di hadapinya.

***
Rina benar-benar putus asa dan kecewa mendengar ucapan kekasihnya ''kenapa kau tidak menikahi aku Fir, kenapa???'' fikirannya masih mengingat kata-kata Firman yang mengatakan ''Kita tidak mungkin menikah Rin, kita berbeda'' kata-kata itu bermain-main di otaknya. ''Kenapa aku harus mengenal kamu Fir, kenapa. Padahal kau tau, aku tidak seiman dengan mu. Lalu kenapa??'' Rina menangis dengan sejadi-jadinya. Kini dia benar-benar putus asa. Di tengah hujan yang turut lebat, Rina berjalan lunglai di pinggir jalan. Tanpa dia sadari ada sebuah kendaraan yang melaju kencang yang hampir menabrak dirinya. ''titttttttt'' suara itu mengagetkannya, dan lalu dia tidak ingat lagi apa yang terjadi.

***
''awas mbak, ada mobil'' teriak salah seorang pengguna jalan yang sedang duduk di sebuah halte. Pemuda itu langsung pergi berlari menuju arah wanita yang sedang berjalan lunglai itu. Di tengah teriakan wanita muda itu, lelaki muda itu langsung menarik tibuh gadis itu ke arahnya dan merasa jatuh bersamaan. Perempuan itu kini pingsan. ''Mbak-mbak'' pemuda itu menampar-nampar kecil pipi wanita yang di tolongnya. Lalu pemuda itu melihat kearah kaki wanita muda. ''astagfirullah'' pemuda itu kaget, ketika melihat darah di sekitar paha wanita muda tersebut.

***
hampir dua jam ia tak sadarkan diri, ia merasa ada rasa sakit di bagian perutnya yang membuat matanya terbuka sedikit demi sedikit. Dilihatnya cahaya putih yang menyilaukan matanya. Di buka perlahan hingga dia sudar mulai membuka matanya total. Di liriknya di sekitar, ada beberapa orang berbaju putih sedang memeriksa beberapa orang yang ada di sekitarnya.
''Syukurlah, akhirnya mbak sadar juga'' kata salah seorang lelaki muda yang menolongnya. Mendengar sebuah suara ia, memalingkan wajahnya ke arah suara yang berasal.
''Maaf, kamu siapa??'' tanyany penasaran. ''kenapa aku berada di sini, di rumah sakit ini??'' tanya lagi. Kini ia mulai sadar bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Jarum infus yang di pasang di tangan keirinya mulai terasa nyeri.
''saya tadi yang menolong mbak, ketika hampir di tabrak oleh sebuah, mobil. Lalu mbak pinsan. Dan tadi saya lihat mbak mengalami pendarahan. Tapi kini sudah tidak apa-apa lagi mbak'' jelas pemuda yang memiliki sedikit jenggot di dagunya dan memiliki wajah oval. Di lihatnya kearah tangan pemuda tersebut, terdapat perban disana dengan sedikit warna merah di atasnya.
''lalu, bagaimana dengan bayi saya'' Rina mulai histeris dengan mengeluarkan kristal bening di pelupuk matanya. Dia begitu takut. Takut kehilang calon bayinya. Pemuda itu diam sejenak, sambil menenangkan wanita yang baru di kenalnya. ''tenang mbak, janin mbak nggak apa-apa. Cuma mbak butuh istirahat'' tambah lelaki itu.

***
kini Rina sudah 6 bulan menghilang dari Firman. Ia tinggal bersama keluarga pemuda yang menolongnya. Pemuda yang menolongnya dari kecelakaan itu. Ridho begitulah nama pemuda itu biasa di panggil. Rumah yang sederhana, hidupnya kini terasa bahagia dan dia merasa bersyukur karena telah mengenal pemuda bernama Ridho itu. Kini perutnya sudah mulai membesar, dan sebulan lagi kandungannya genap berusia 9 bulan. Sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu.
Selama tinggal bersama keluarga Ridho, hidupnya terasa tenang dan damai. Apalagi setiap mendengar Sarah membaca kitab suci agama mereka yang di sebut Quran. Ingin ia membaca apa yang sarah bacakan sekarang, kadang ia duduk bersama Sarah, menyimak meski ia tak mengerti apa yang sarah bacakan.
''Sarah, ajarkan Mbak ngaji juga ya'' Pintanya pada gadis berjilbab itu.
''baik mbak'' sambil memberikan seulas senyum dan melihat ke arah Rina. Dari keluarga ini ia banyak mengetahui tentang agama, sekarang Rina sudah mulai mengerjakan Shalat, sama seperti yang Sarah dan keluarganya kerjakan. Bahkan ia sudah mengenakan jilbab sekarang. Gadis itu selalu memberikan ilmu tentang agama kepadanya, ya Sarah salah seorang santri di sebuah pesantren. Kini ia sedang liburan. Hanya tinggal beberapa hari lagi ia di sini, dan ia akan segera kembali ke pesanten tempat ia menuntut ilmu agama.

***
Hari ini, keluarga Ridho akan mengantarkan Sarah ke pesantren. Rina pun ikut bersama keluarga itu. Tempatnya tidak terlalu jauh dari pesantren, hanya berjarak sekitar 2 kilometer saja. Hari itu juga di pesantren tempat Sarah belajar ada acara rutin. Pengajian pekanan yang di adakan setiap hari kamis.
Selesai acara pengajian itu, perut Rina terasa sakit. ''au, au'' ia merasakan sakit di perutnya sambil memegang kencang tangan Bu Fatimah, ibunya Ridho
''kenapa Nak??'' tanya bu Fatimah. Rina hanyam diam sambil merasakan sakit di perutnya. Tangan kirinya memegang perut sedangkan tangan kanannya memegang tangan bu Fatimah.
''Sakit Bu'' Rina mulai merasakan sakit. Rina sudah tidak sanggup lagi berjalan. Sehingga ia duduk bersama ibu Fatimah di depan pesantren tersebut. Kejadian ini membuat orang-orang di pengajian berkerumun. Sedangkan Rina masih menahan rasa sakit di perutnya.

***
Di ujung sana ada seorang Dokter muda yang melihat kejadian itu.
''Apa apa bu??'' tanyanya penasaran pada seorang ibu yang berada disana.
''itu mas, ada ibu-ibu yang mau melahirkan'' kata ibu itu. Segera ia langkahkan kakinya menuju keruman orang itu.
''Permisi buk, saya dokter, ada yang dapat saya ban...'' Ia kaget ketika melihat sosok di depannya, seorang wanita yang ia kenal dan pernah dekat dengannya yang disebut dengan nama kekasih.
''Rina??'' tanyanya sambil melihat kearah Rina yang terduduk sambil dipangku oleh Bu Fatimah. Gadis itu melihat ke arah suara yang menyebut namanya.
''Firman'' dan gadis itu pinsan karena merasa kesakitan di perutnya.
Ia hanya merasakanorang-orang sibuk membawa larinya dengan kegaduhan yang luar biasa, dia menggenggam tangan Firman erat. Genggaman itu lepas, ketika Rina harus segera masuk keruang operasi, Rina sudah terlalu lemah untuk melahirkan secara normal.
2 Jam berlalu, operasi berakhir, dan dokter memberi tahu kepada keluarga pasien bahwa anak yang dilahirkan Rina kembar, satu putra dan satu putri. Firman melakukan sujud syukur seketika, air matanya jatuh tanda bahagia, bahwa kedua anaknya lahir denga selamat dan pacarnya pun selamat setelah proses operasi kelahiran kedua buah hatiya.
“bolehkan, saya menjenguknya dok?” Tanya Firman dengan perasaan bahagia. Dokterpun tersenyum tanda memperbolehkan masuk Firman dan keluarga Bu Fatimah. Dengan langakh gontai Firman memasuki ruang operasi untuk menemui Rina. Di lihatnya Rina sedang melihat kedua buah hatinya. Firman tersenyum bahagia kearah Rina. Rina pun membalas dengan senyum bahagian.
“Man, Anak kita” Lalu Firman mendekat ke telinga kedua buah hatinya untuk memperdengarkan azan ketelinga mereka.
“Allahu akbar Allahhu Akbar” Firman mendekatkan mulutnya ketelinga si kecil yangmasih belum bias membuka matanya, hingga selesai memperdengarkan azan ketelinga anaknya. Firman tersenyum bahagia, kearah Ridho dan Bu Fatimah. Ia mengucapkan rasa terima kasih kepada keluarga Bu Fatimah, kerena selama ini telah merawat Rina dengan bayi.
Di tengah kebahagiaa itu, Firman mengutarakan niatnya untuk melamar Rina. Dengan senyum bahagia, Rina menerima lamaran tersebut. Dan mereka meikah pada saat itu juga, yang di nikahkan oleh ustad pimpinan pesantren yang juga ikut menjeuk Rina. Pernikahan berlangsung dengan kidmat. Dan semuanya tersenyum bahagia. 

Rina bahagia, dan tiba-tba perutnya terasa sakit, dan mengeluarkandara yang banyak. Semuanya menjadi panic. Perawat yang menyaksikat pernikahan itu segera memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Rina. Semua yang ada di dalam ruangan tersebut di suruh keluar, agar tidak terganggu proses pemeriksaan.
 
Semuanya kini benar-benar panik. Firman mondar mandir di depan pintu ruang operasi, sekali-kali ia melihat kearah tempat pemeriksaan Rina lewat kaca kacil yang ada di pintu ruangmasuk operasi. Ia melihgat betapa bekerja kerasnya dokter didlam sana. Naun nasib berkata lain. Sang dokter keluar dari ruang operasi dengan kabar yang sangat mengejutkan. Bahwa nyawa Rina tidak bias di selamatkan lagi, dia terlalu banyak kehilangan darah setelah melahirkan. “Innalilahi wa innailahi rajiun” Firman menangis dengan mengucapkan doa itu. Dalam hati ia berkata “Maafkan aku Rina. Aku telah menelantarkanmu. Aku terlalu egois meikirkan diri sendiri” dengan wajah menangis ia menuju ke ruang operasi melihat wajah rina untuk yang terakhir kalinya, lalu ia melangkahkan kakinya menuju ketepat kedua buah hatinya yang sedang tertidur nyanyak. Lalu Firman menciu kedua buah hatinya. Dan berjanji akan merawat kedua buah hatinya dengan baik.

Share:

0 komentar