Cempala Kuneng, Riwayat Mu Kini



Cempala Kuneng / Burung pala kuning (Copsychus pyrropygus) atau bahasa Aceh cicem pala kuneng merupakan salah satu burung kebanggaan rakyat Aceh. Pada masa kejayaan Kesultanan Aceh di bawah Sultan Iskandar Muda (1607 -1636), Cempala Kuneng sudah dikenal dan disebut-sebut dalam berbagai hikayat Aceh. Oleh karena itu maka burung ini pun dijadikan Fauna Identitas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Burung yang berkerabat dengan Murai Batu ini mudah dikenali karena keelokan dan keindahan warna bulunya, namun sangat susah di temui di alam liar sekarang ini. Keindahan burung ini diperlihatkan oleh warnanya yang coklat keabuan tua mengkilap dengan ciri khas sebentuk alis putih di atas mata, serta paruh hitam ramping tajam. Sebagian dada dan perut sampai pangkal ekor dan punggung berwarna kuning kemerahan, sedangkan ujung ekornya berwarna hitam dengan pinggir putih pada bagian bawahnya.
 

Fauna yang menawan ini menghuni hutan yang memiliki banyak cekungan atau lembah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Habitat utama burung ini adalah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Burung ini tidak hanya terdapat di Aceh, tetapi juga dapat dijumpai di Sumatera umumnya, Kalimantan dan Semenanjung Malaysia. Cempala Kuneng adalah burung yang  memakan biji-bijian.

Cempala Kuneng di Aceh saat ini sudah langka sekali dan sudah masuk ke dalam daftar Appendix sebagai fauna yang harus dilindungi, bahkan nyaris punah. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya perburuan liar, perdagangan satwa langka dan perambahan hutan secara besar-besaran yang terjadi di Aceh belakangan ini. Populasinya di perkirakan terus turun dari tahun ke tahun dan bukan tidak mungkin 10-30 tahun kedepan burung ini hanya tinggal nama dan fotonya saja.

Burung yang telah di jadikan Icon fauna khas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini, sekarang sungguh di sayangkan keberadaannya karena banyak sekali masyarakat yang tidak mengenal apa itu Cempala Kuneng dan bagaimana rupanya, bahkan sekedar tahu namanya juga tidak, seperti di ungkapkan oleh Ijal mahasiswa teknik Universitas Syiah Kuala : “apa itu cempala kuneng ! saya tidak tahu, mungkin burung Camar atau apalah saya tidak tahu” ungkap mahasiswa yang lahir di Meulaboh ini ketika di tanyai.

Cempala kuneng memang kalah tenar jika di bandingkan dengan flora identitas Aceh yaitu bungong jeumpa atau dengan fauna identitas provinsi lain. Kita seharusnya sebagai masyarakat Aceh yang telah memilih Cempala Kuneng menjadi fauna identitas daerah dapat mempopulerkan dan melestarikannya seperti halnya daerah lain, misalnya Bali dengan Jalak Bali-nya, Papua dengan Cendrawasih-nya atau NTT dengan Komodo-nya.

Masyarakat Aceh lah kiranya dapat menjadi pelopor mempopulerkan dan   penangkaran Cempala Kuneng untuk mengantisipasi ancaman yang dihadapi kelestarian burung yang menjadi jati diri dan identitas fauna masyarakat Aceh ini. Akan tetapi keaslian kehidupan burung jatidiri provinsi ini tidak dapat disaingi keberadaannya di penangkaran. (dari buku : Jenis-Jenis Fauna Penjati diri Provinsi).
 

Share:

0 komentar