Rindu Seulanga

Oleh : Rahmat Amien


“Neu preh Loen Seulanga”[1] Meulu berkata kepada Seulanga sahabatnya yang terburu-buru pergi pulang kerumah. “Bagah neujak bacut”[2] Seulanga berkata lirih kearah sahabatnya  yang tertinggal beberapa meter dari Seulanga. Seulanga terlihat terburu-buru untuk pulang dari Dayah[3], ketika ia mendengar Bang Zakir abangnya sudah pulang dari perantauan di Malaysia. Rasa rindu yang sudah 10 tahun tidak berjumpa dengan abang nya itu yang membuatnya terburu-buru. Semenjak di berlakukan Darurat Militer di Aceh itu lah Bang Zakir meninggalkan kampung halamannya di Meulaboh, Aceh Barat.


Hari sudah larut memang, Gadis yang berumur 15 Tahun ini minta izin kepada Teungku[4] tempat ia mengaji ketika malam tiba. Jam masih menunjukkan angka 21:47 menit, belum begitu malam memang, namun suasana jalan masih terlihat ramai di warung-warung kopi. Entah tidak bosan duduk di warung kopi berjam-jam lamanya. Entahlah Seulanga pun berlalu meninggalkan tapak demi tapak dari jejaknya.

“Kau tau Meulu, sudah lama aku tidak bertemu dengan Bang Zakir, bagaimana wajah nya sekarang, masih sama sepeti yang dulu  atau sudah berubah ya” Seulanga memulai percakapan di tengah perjalanan  yang di iringi dengan penasaranya dengan wajah Abang satu-satunya itu. “Pasti sama lah seulanga, gak mungkin kan berubah. Emangnya power ranger apa?” delik tawa pun terdengar dari kedua gadis jelita ini.

“Ada-ada aja kamu Meulu, mana mungkin berubah jadi power ranger. Kebanyakan nonton tivi sih makanya otak mu begini jadinya” Seulanga meledek sahabat yang menemani ia pulang.“Kan kamu juga Seulanga” dan mereka pun tertawa mengiringi mereka pulang. 

Memang jarak antara rumah Seulanga dan Dayah lumayan jauh. Mereka harus menempuh jarak 1 kilometer untuk menuju pulang. Biasanya Seulanga dan Meulu pergi ke Dayah jam 6 sore sambil berjalan kaki, dan ketika pagi tiba mereka baru pulang dari Dayah. Teungku tidak memberikan izin santriwatinya pulang malam karena takut terjadia hal yang tidak di inginkan. Kecuali ada hal dalam keadaan darurat.

Tadi ketika sedang ada mengaji, ada saudara Seulanga dating ke Dayah. Meminta izin Kepada Teungku untuk mengizinkan Seulanga pulang atas permintaan Mak nya Seulanga. Namun karena saudaranya ada keperluan lain maka Seulanga meminta izin agar Meulu menemaninya pulang. Rumah Meulu dan Seulanga memang berdekatan, bisa di katakana mereka bertetangga. Karena rumah Meulu hanya beberapa meter jaraknya dari rumah Seulanga.  

Semenjak konflik berdarah di Aceh, banyak pemuda yang menyelamatkan diri dengan merantau ke Negeri Jiran, Malaysia. Untuk menyelamatkan diri. Karena banyak pemuda dituduh sebagai anggota GAM dan sebagian dari mereka ada yang di tangkap dan pulang sebagai mayat ketika paginya. Inilah yang membuat Bang Zakir yang ketika itu baru saja kelas 3 SMA, dia bahkan tidak menyelsaikan sekolahnya karena sepupunya Bang Ruslan di tangkap kala itu dan pulang menjadi mayat ketika pagi tiba. Itu yang menyebabkan Bang Zakir harus meninggalkan kampong halamannya dan memilih untuk merantau ke Malaysia.

Seulanga dan Meulu memang sudah berteman dari kecil. Bahkan mereka sekolah dan mengaji di tempat yang sama. “Meulu, kamu mau pulang langsung atau mau kerumahku dulu?” Tanya Seulanga pada Meulu sahabatnya itu.

“Aku kerumah mu dulu, kan aku kangen juga sama abang mu itu, hehehe”
“ah kamu ni Meulu, ada-ada saja” 

“eih, jangan mikir macam-macam dulu, maksud aku, kan aku sudah lama tidak bertemu dengan abang mu. Aku penasaran dengan dia sekarang, gendutkah atau kuruskah badanya sekarang” Meulu membela diri.

“kita sudah hamper sampai Meulu” Seulanga terlihat senang sambil berlari menuju rumah yang di susuli oleh Meulu di belakangnya. Gadis cantik yangm memakai baju kuning yang di padu dengan kain sarung bermotif batik, bersemangat sekali untuk pulang menuju rumah.

“Preh loen Seulanga, bek bagah tat neu plung, entek reubah”[5] Meulu berteriak dari belakang dengan wajah ngos-ngosan. Seulanga berlari dengan cepat sehingga meinggalkan Meulu dibelakang dan tidak menghiraukanlagi ucapan sahabatnya itu “Huff, akhirnya sampai juga” Seulanga tampak capek dengan sedikit berkeringat di wajahnya. 

Tampak ramai di dalam rumah Seulanga. Ada beberapa kerabat Seulanga yang berkunjung ketika mendengar kabar kalau Abangnya Zakir pulang dari perantauan. “Assalamu’alaikum” Seulanga memberi salam. Semua mata tertuju kepada Seulanga.

“Wa’alaikumsalam” Suara Mak, menyambut salam Seulanga.

Di perhatikan nya satu demi satu orang yang berada di rumahnya. Ada Pakcek  Amran, Cek Din, Makcek Aisyah. Kak Rina, Mak, dan orang yang di rinduinya duduk di dekat Mak, Nampak kurus memang, sangat berbeda ketika 10 tahun yang lalu. Lalu Seulanga masuk ke rumah dengan menyalami mereka satu persatu yang di susuli Meulu di belakangnya. Seulanga memilih duduk dekat Mak di sebelah kanan dan di kiri Mak duduk Bang Zakir pula. 

Rasa rindu ingin berjumpa dengan Bang Zakir terpenuhi, dan tuhan mengabulkan doa-doa di setiap shalatnya. Meski pun bang Zakir tampak sedikit kurus. Namun Seulanga sangat bersyukur saudara laki-lakinya akhirnya pulang ke kampung halamannya.



[1] Neu preh Loen Seulanga (Aceh): Tunggu Aku Seulanga
[2] Bagah neujak bacut (Aceh) : Cepat sedikit
[3] Dayah : Tempat Mengaji di Aceh
[4] Teungku (Aceh) : Ustad
[5] Preh loen Seulanga, bek bagah tat neu plung, entek reubah (Aceh) : Tunggu Aku Sulanga, jangan cepat sekali kamu lari. Nanti jatuh

Share:

0 komentar