Sosok Teuku Markam dan Perekonomian Indonesia
Monumen Nasional atau Monas adalah karya monumental yang
menjadi trademark Ibukota Jakarta. Ini impian dan obsesi presiden Soekarno
untuk memberikan warisan sejarah yang bisa menunjukkan harkat dan martabat
Indonesia di mata dunia.
Monumen yang memiliki tinggi 433 ft
atau 132 meter adalah menara di tengah Lapangan Merdeka, yang juga melambangkan
perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Konstruksi monumen ini dimulai tahun
1961 dan resmi dibuka untuk umum pada tahun 1975. Di atas monumen ini ada
gambaran api yang ditutupi dengan foil emas.
Setelah pemerintah Indonesia kembali
ke Jakarta dari Yogyakarta pada tahun 1950 dan pengakuan Belanda atas
kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mulai merenungkan pembangunan monumen
nasional yang sebanding dengan Menara Eiffel di alun-alun di depan Istana
Presiden. Pada tanggal 17 Agustus 1954, Komite Monumen Nasional didirikan dan
kompetisi desain diadakan pada tahun 1955. 51 entri ini menarik, tetapi hanya
satu desain, oleh Frederich Silaban, yang memenuhi kriteria yang ditentukan
oleh panitia, termasuk yang mencerminkan karakter Indonesia dalam gedung yang
mampu berlangsung selama berabad-abad.
Bahkan sebuah kompetisi diulangi
lagi pada tahun 1960, tetapi sekali lagi, tidak satu pun dari 136 entri yang
memenuhi kriteria. Ketua tim juri kemudian diminta Silaban untuk menunjukkan
desain untuk Sukarno. Namun, Sukarno tidak menyukai desain yang ada, sebab ia
ingin menjadikan monumen dalam bentuk istimewa layaknya monumen. Hingga akhirnya
rancangan Silaban dilanjutkan oleh RM Soedarsono dengan tambahan desain yakni
memasukkan angka 17, 8 dan 45, mewakili tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia, dalam dimensi monumen.
Tapi tahukah siapa yang ikut
menyumbang dan terlibat dalam keberhasilan pembangunan monumen bersejarah ini?
Ternyata dari 38 kg emas yang dipajang di puncak tugu Monumen Nasional (Monas)
Jakarta ini, 28 kg di antaranya adalah sumbangan dari Teuku Markam, salah
seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya Indonesia.
Mungkin tak banyak yang tahu
siapakah penyumbang emas tersebut, kalaupun ada yang tahu paling hanya sebatas
memang benar sumbangan saudagar Aceh. Namun saudagar Aceh siapakah gerangan,
tak banyak yang tahu. Konon sumbangan Monas ini juga baru segelintir karya
Teuku Markam untuk kepentingan negeri ini. Karya lainnya adalah keterlibatan
beliau dalam membebaskan lahan Senayan yang akan dijadikan pusat olah raga
terbesar Indonesia. Tentu saja banyak bantuan-bantuan Teuku Markam lainnya yang
pantas dicatat dalam memajukan perekonomian Indonesia di zaman Soekarno, hingga
menempatkan Markam dalam sebuah legenda.
Di zaman Orba, karyanya yang
terbilang monumental adalah pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat.
Jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan dan lain-lain
adalah karya lain dari Teuku Markam yang didanai oleh Bank Dunia. Sampai
sekarang pun, jalan-jalan itu tetap awet. Teuku Markam pernah memiliki sejumlah
kapal, dok kapal di Jakarta, Makassar, Medan, Palembang. Ia pun tercatat
sebagai eksportir pertama mobil Toyota Hardtop dari Jepang. Usaha lain adalah
mengimpor plat baja, besi beton sampai perlengkapan senjata untuk militer.
Mengingat peran yang begitu besar
dalam percaturan bisnis dan perekonomian Indonesia, Teuku Markam pernah
disebut-sebut sebagai anggota kabinet bayangan pemerintahan Soekarno. Komitmen
Teuku Markam adalah mendukung perjuangan RI sepenuhnya termasuk pembebasan
Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang waktu itu digenjot habis-habisan
oleh Soekarno. Hasil bisnis Teuku Markam konon juga ikut menjadi sumber APBN.
Peran Teuku Markam juga tak dianggap
sepele dalam menyukseskan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika di
Bandung tahun 1955. Peran Markam menjadi runtuh seiring dengan habisnya
kekuasaan Soekarno dan beralih ke masa Orde Baru di bawah pemerintahan
Soeharto.
Sejak masa Orba ia termasuk tokoh
yang dianggap dan dituduh terlibat dalam kelompok PKI. Harta kekayaannya
diambil alih begitu saja oleh Rezim Orba. Peran dan sumbangan Teuku Markam
dalam membangun perekonomian Indonesia seakan menjadi tiada artinya di mata
pemerintahan Orba. Ia difitnah sebagai PKI dan dituding sebagai koruptor dan
Soekarnoisme.
Tuduhan itulah yang kemudian
mengantarkan Teuku Markam ke penjara pada tahun 1966. Ia dijebloskan ke dalam
sel tanpa ada proses pengadilan. Pertama-tama ia dimasukkan tahanan Budi Utomo,
lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba Jln
Percetakan Negara. Lalu dipindah lagi ke tahanan Cipinang, dan terakhir
dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan untuk politisi di kawasan Pondok Gede
Jakarta Timur. Tahun 1972 ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot
Subroto selama kurang lebih dua tahun.
Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke
Soeharto membuat hidup Teuku Markam menjadi sulit dan prihatin. Ia baru bebas
tahun 1974. Pernah mencoba bangkit sekeluar dari penjara, tapi tidak sempat
bertahan lama.
Tahun 1985 ia meninggal dunia.
Aktivitas bisnisnya ditekan habis-habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai
ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik
Teuku Markam tidak pernah direhabilitir. Anak-anaknya konon terus bertahan
hidup dengan segala daya upaya dan memanfaatkan bekas koneksi-koneksi bisnis
Teuku Markam.
Siapakah
Teuku Markam?
Teuku Markam adalah turunan
uleebalang. Lahir tahun 1925. Ayahnya Teuku Marhaban. Kampungnya di Seuneudon
dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara. Sejak kecil Teuku Markam sudah menjadi
yatim piatu. Ketika usia 9 tahun, Teuku Marhaban meninggal dunia. Sedangkan
ibunya telah lebih dulu meninggal. Teuku Markam kemudian diasuh kakaknya Cut
Nyak Putroe. Sempat mengecap pendidikan sampai kelas 4 SR (Sekolah Rakyat).
Teuku Markam tumbuh lalu menjadi
pemuda dan memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh
sekarang) dan tamat dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam bergabung dengan
Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di Tembung, Sumatera Utara
bersama-sama dengan Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin dan lain-lain.
Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan
pertempuran. Bahkan ia ikut mendamaikan clash antara pasukan Simbolon dengan
pasukan Manaf Lubis.
Sebagai prajurit penghubung, Teuku
Markam lalu diutus oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta untuk bertemu
pimpinan pemerintah. Oleh pimpinan, Teuku Markam diutus lagi ke Bandung untuk
menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto. Tugas itu diemban Markam sampai Gatot
Soebroto meninggal dunia.
Adalah Gatot Soebroto pula yang
mempercayakan Teuku Markam untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Waktu itu,
Bung Karno memang menginginkan adanya pengusaha pribumi yang betul-betul mampu
menghendel masalah perekonomian Indonesia. Tahun 1957, ketika Teuku Markam
berpangkat kapten, kembali ke Aceh dan mendirikan PT Karkam. Inilah awal mula
keberhasilan Teuku Markam di bidang bisnis yang kemudian berkembang di Jakarta.
0 komentar